MAKALAH AGAMA III
Potensi Zakat di
Indonesia

Disusun oleh :
Nama :
Noko Harichman
NIM : 1110001525 /131110000645
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM
STUDI
MANAJEMEN
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah
Swt yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan
penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan
dengan baik. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu
tentang Aspek tehnik atau Operasi,yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan.
Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yangdatang dari luar. Namun
dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah Swtakhirnya makalah
ini dapat terselesaikan.Makalah ini memuat tentang “Potensi
Zakat di Indonesia”. Walaupun
makalah ini mungkin jauh dari sempurna tapi bisa bermanfaat bagi pembaca. Penyusun
juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen yang telah membimbing penyusun agar dapat
mengerti tentang bagaimana cara kami menyusun makalah ini. Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah
ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan
kritiknya.Terima kasih
Jepara, Desember 2014
Penulis
Noko Harichman
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.latar
belakang
Zakat
merupakan satu-satunya ibadah yang dalam syariat islam secara eksplisit dinyatakan
ada petugasnya. Ada dua model pengelolaan zakat. Pertama, zakat dikelola oleh
negara dalam sebuah lembaga atau departemen khusus yang dibentuk oleh
pemerintah. Kedua, zakat yang dikelola oleh lembaga non-pemerintah (masyarakat)
atau semi pemerintah dengan mengacuh pada aturan yang telah ditentukan oleh
negara.
Zakat
dikelola oleh negara maksudnya, bukan untuk memenuhi keperluan negara, seperti
membiayai pembangunan dan biaya-biaya rutinitas lainya. Zakat dikelola oleh
negara untuk dikumpulkan dan dibagikan kepada yang berhak menerimanya. Jadi
negara hanya sebagai fasilitator, untuk memudahkan dalam pengelolaan zakat
tersebut.
Karena
zakat berhubungan dengan masyarakat, maka pengelolaan zakat, juga membutuhkan
konsep-konsep manajemen agar supaya pengelolaan zakat itu bisa efektif dan
tepat sasaran.
Zakat
juga merupakan salah satu rukun (termasuk rukun ketiga) dari rukun islam yang
lima, sebagaimana yang diungkapkan dalam hadist Nabi, sehingga keberadaannya
disejajarkan dengan ibadah-ibadah yang lain seperti sholat, puasa dan menjadi
faktor yang mutlak mengenai keislaman seseorang.
Menurut
Dr Yusuf Qardhawi, salah seorang ulama fiqih menyatakan bahwa salah satu upaya
mendasar dan fundamental untuk mengentaskan atau memperkecil masalah kemiskinan
adalah dengan cara mengoptimalkan pelaksanaan zakat. Hal itu dikarenakan zakat
adalah sumber dana yang tidak akan pernah kering dan habis. Dengan kata lain
selama umat Islam memiliki kesadaran untuk berzakat dan selama dana zakat
tersebut mampu dikelola dengan baik, maka dana zakat akan selalu ada serta
bermanfaat untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.
Oleh
karena itu, zakat memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya
pengentasan kemiskinan atau pembangunan ekonomi. Berbeda dengan sumber keuangan
untuk pembangunan yang lain, zakat tidak memiliki dampak balik apapun kecuali
ridha dan mengharap pahala dari Allah semata. Namun demikian, bukan berarti
mekanisme zakat tidak ada sistem kontrolnya. Nilai strategis zakat dapat
dilihat melalui: Pertama, zakat merupakan panggilan agama. Ia merupakan
cerminan dari keimanan seseorang. Kedua, sumber keuangan zakat tidak
akan pernah berhenti. Artinya orang yang membayar zakat, tidak akan pernah
habis dan yang telah membayar setiap tahun atau periode waktu yang lain akan
terus membayar. Ketiga, zakat secara empirik dapat menghapus kesenjangan
sosial dan sebaliknya dapat menciptakan redistribusi aset dan pemerataan
pembangunan.
Yang
mendorong masyarakat Islam melaksanakan pemungutan zakat di Indonesia ini
antara lain adalah: (1) Keinginan umat Islam Indonesia untuk meyempurnakan
pelaksanaan ajaran agamanya. Setelah mendirikan shalat, berpuasa selama bulan
Ramadhan dan bahkan menunaikan ibadah haji ke Mekkah, umat Islam semakin
menyadari perlunya penunaian zakat sebagai kewajiban agama; kewajiban yang
harus dilaksanakan oleh setiap orang yang mampu melaksanakannya karena telah
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. (2) Kesadaran yang semakin meningkat di
kalangan umat Islam tentang potensi zakat jika dimanfaatkan sebaik-baiknya,
akan dapat memecahkan berbagai masalah sosial di Indonesia. (3) Usaha-usaha
untuk mewujudkan pengembangan dan pengelolaan zakat di Indonesia makin lama
makin tumbuh dan berkembang.
Zakat
yang diberikan kepada mustahiq akan berperan sebagai pendukung peningkatan
ekonomi mereka apabila dikonsumsikan pada kegiatan produktif. Pendayagunaan
zakat produktif sesungguhnya mempunyai konsep perencanaan dan pelaksanaan yang
cermat seperti mengkaji penyebab kemiskinan, ketidakadaan modal kerja, dan
kekurangan lapangan kerja, dengan adanya masalah tersebut maka perlu adanya
perencanaan yang dapat mengembangkan zakat bersifat produktif tersebut.
1.2.Rumusan masalah
Berdasarkan
pemaparan dalam latar belakang diatas, rumusan masalah yang diangkat untuk mengetahui
a) Konsep zakat
b) tujuan zakat
c) Hikmah zakat
d) jenis-jenis zakat
1.3.kegunaan makalah
Kegunaan
umum makalah ini adalah untuk mengetahui seberapa besar potensi yang ada di negara indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Konsep Zakat
Zakat berasal dari kata zaka yang
bermakna al-Numuw (menumbuhkan), al-Ziyadah (menambah), al-Barakah
(memberkahkan), dan al-Tathhir (menyucikan), maka ia merupakan
ibadah dan kewajiban harta benda dalam mencapai kesejahteraan ekonomi dan
mewujudkan keadilan sosial. Secara etimologi zakat memiliki dua makna yaitu bertambah dan pensucian.
Zakat berarti bertambah maksudnya yaitu harta yang dikeluarkan zakatnya akan
bertambah baik di dunia maupun di akhirat.
Sebagaimana dijelaskan oleh Nabi dalam sabdanya

Artinya :
“Tidaklah seseorang membuka pintu
sedekah atau pintu menyambung silaturahmi kecuali Allah akan menambahkan
karunia-Nya kepada-Nya karena sedekah”. (Shahihul Jami)
Dari pengertian diatas dapat
dipahami, bahwa zakat adalah sarana atau tali pengikat yang kuat dalam mengikat
hubungan vertikal antara manusia dengan Allah dan hubungan horizontal antar
sesama manusia, khususnya antara yang kaya dengan yang miskin, dengan saling
member keuntungan moril maupun materil, baik dari pihak pemerima (mustahiq) maupun dari pihak pemberi (muzakki).
2.2.Tujuan zakat
Yusuf
al-Qardhawi (Abdurrachman 2001: 74) membagi tiga tujuan dari zakat itu sendiri
yaitu tujuan dari pihak yang memberi zakat (muzakki) antara lain: untuk
menyucikan dari sifat bakhil, rakus egoistis dan sebagainya; melatih jiwa untuk
bersikap terpuji seperti bersyukur atas nikmat Allah; mengobati batin dari
sikap berlebihan mencintai harta sehingga dapat diperbudak oleh harta itu
sendiri; menumbuhkan sikap kasih saying kepada sesama; membersihkan nilai harta
itu sendiri dari unsur noda dan cacat; dan melatih diri agar menjadi pemurah
dan berakhlak baik serta menumbuhkembangkan harta itu sehingga sehingga member
keberkahan bagi pemiliknya
Sedangkan
bagi penerima (mustahiq) antara lain: memenuhi kebutuhan hidup, terutama
kebutuhan primer sehari – hari; menyucikan hati mereka dari rasa dengki dan
kebencian yang sering menyelimuti hati mereka melihat orang kaya yang bakhil;
akan muncul dalam jiwa mereka rasa simpatik, hormat, serta rasa tanggung jawab
untuk ikut mengamankan dan mendoakan keselamatan harta orang – orang kaya yang
pemurah.
Lebih
luas lagi Wahbah (Abdurrachman 2001: 76) menguraikan tujuan zakat bagi
kepentingan masyarakat, sebagai berikut:
1. Menggalang
jiwa dan semangat saling menunjang dan solidaritas sosial dikalangan masyarakat
islam.
2. Merapatkan
dan mendekatkan jarak dan kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat.
3. Menanggulangi
pembiayaan yang mungkin timbul akibat berbagai bencana seperti bencana alam dan
sebagainya
4. Menutupi
biaya – biaya yang timbul akibat terjadinya konflik, persengketaan dan berbagai
bentuk kekacauan dalam masyarakat.
5. Menyediakan
suatu dana taktis dan khusus untuk penanggulangan biaya hidup bagi para
gelandangan, pengangguran dan para tuna sosial lainnya.
2.3.Hikmah Zakat
Kewajiban berzakat bagi umat islam
memiliki beberapa hikmah seperti yang tertulis dalam buku Panduan Zakat
Pintar:

2. Menolong,
membantu dan membina kaum dhu’afa (orang yang lemah secara ekonomi) maupun
mustahiq lainnya kearah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga
mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak dan dapat beribadah
kepada Allah.
3. Sebagai
sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan oleh umat
islam.
4. Untuk
mewujudkan keseimbangan dalam kepemilikan dan distribusi harta, sehingga
diharapkan akan lahir masyarakat makmur dan saling mencintai.
5. Menyebarkan
dan memasyarakatkan etika bisnis yang baik dan benar.
6. Menghilangkan
kebencian, iri dan dengki dari orang – orang sekitarnya kepada hidup
berkecukupan sementara mereka tidak memiliki apa – apa dan tidak ada bantuan
dari orang kaya kepadanya.
7. Dapat
menyucikan diri dari dosa, memurnikan jiwa, menumbuhkan akhlak mulia, murah
hati, peka terhadap rasa kemanusiaan dan mengikis sifat bakhil atau kikir serta
serakah.
8. Menjadi
unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan dalam distribusi harta dan
keseimbangan tanggung jawab individu dalam masyarakat.
9. Sebagai
perwujudan solidaritas sosial, rasa kemanusiaan, pembuktian persaudaraan islam,
pengikat persatuan uamt dan bangsa, sebagai pengikat batin antara golongan kaya
dan miskin dan sebagai penimbun jurang pemisah antara gologan yang kuat dan
lemah.
10. Mewujudkan
tatanan masyarakat yang sejahtera, dimana hubungan seseorang dengan yang
lainnya menjadi rukun dan harmonisyang pada ahkirnya dapat menciptakan situasi
yang aman dan tentram lahir batin.
11. Menunjang
terwujudnya sistem kemasyarakatan islam yang berdiri atas prinsip – prinsip : umatan
wahidan (umat yang bersatu), musâwah (umat yang memiliki persamaan
derajat dan kewajiban), ukhuwah islamiyah (persaudaraan islam) dan takâful
ijtima’i (sama–sama bertanggung jawab).
2.4.Jenis-jenis Zakat
A. Zakat
Fitrah
Zakat ini merupakan zakat yang
diwajibkan untuk setiap pribadi Muslim. Menurut Qardhawi (Muhammad 2006: 32),
disebut zakat fitrah karena bertujuan untuk menyucikan diri orang yang berpuasa
dari ucapan dan perbuatan yang tidak berguna. Zakat ini diwajibkan setelah
terbenamnya matahari pada akhir bulan Ramadhan hingga khatib naik mimbar pada
shalat sunnah hari raya Idul Fitri. Pelaksanaan zakat fitrah tidak mensyaratkan
kecuali beragama Islam dan adanya kelebihan dari makanan pada hari dan malam
hari raya. Dengan demikian zakat fitrah tidak mensyaratkan nishab bagi
yang mengeluarkannya. Disamping itu, zakat fitrah didasarkan pada jumlahnya,
yaitu satu sha’ (4 mud/2,5 kg/3,5 liter), baik keju, anggur, gandum,
beras, kismis atau makanan pokok lainnya.
B. Zakat
Mal
1) Emas
dan Perak
Zakat emas dan perak disini termasuk
naqdani (dua mata uang) yaitu dinar dan dirham dan perhiasan. Ada perbedaan
pendapat yang masyhur dikalangan ulama menganai perhiasan yang dipakai, tapi
mayoritas ulama berpendapat wajib mengeluarkan zakat dari perhiasan yang
dipakai, atau disiapkan untuk dipakai, atau dipinjamkan apabila sudah mencapai
nishab dan haulnya. Adapun nishab dari emas adalah 20 misqal atau 20 dinar yang
setara dengan 85 gram emas. Sedangkan nishab dari perak adalah 200 dirham
yang setara dengan 595 gr perak.
Adapun kadar zakat emas apabila telah
mencapai 85 gr yaitu sebesar seperempat dari sepersepuluh (2,5%) yaitu sebesar
2,125 gr emas. Sedangkan kadar zakat untuk perak yaitu apabila telah mencapai
595 gr, maka kadar zakat yang dikeluarkan adalah seperempat dari sepersepuluh
(2,5%) yaitu setara dengan 14,875 gr perak.
2) Komoditas
Dagang
Komoditas dagang yaitu barang-barang
yang disiapkan untuk jual beli dalam transaksi perdagangan seperti makanan,
perabotan, real estate dan semisalnya. Adapun nishabnya sebagian ulama
berpendapat bahwa nishab dari zakat komoditas dagang sama dengan nishab zakat
emas dan perak yaitu senilai 85 gr emas. Kemudian dikeluarkan zakatnya sebesar
2,5 % dari harta perdagangan.
3) Binatang
Ternak
Binatang
ternak disini yang dimaksud adalah unta, sapi atau kerbau dan kambing atau
domba. Adapun nishab dan kadar wajib zakat dari binatang ternak sesuai yang ada
di dalam tabel. Binatang ternak yang bisa dikeluarkan zakatnya adalah binatang
yang digembalakan di padang rumput yang mubah. Adapun binatang ternak yang yang
diambilkan makanannya dan yang dipekerjakan untuk pertanian, pengangkutan
barang dan transportasi tidak wajib dizakati.
4) Pertanian (Buah – buahan dan Biji – bijian)
Menurut pendapat para ulama bahwa
pertanian yang wajib dizakati adalah Biji makanan yang mengenyangkan seperti
beras, jagung, gandum dan sebagainya sedangkan buah – buahan yang wajib
dizakati hanya kurma dan anggur saja, sedangkan buah – buahan lainnya tidak
wajib zakat.
Adapun nishab dari zakat pertanian
adalah lima wasaq yang setara dengan 300 sho’ atau 653 kg. Kadar wajib zakat
dari hasil pertanian dibagi menjadi dua macam yaitu:
1. Hasil
pertanian yang diairi dengan air hujan, mata air, dan sungai, maka kadar wajib
zakatnya adalah sepersepuluh (10%) dari 652 kg, sehingga yang dia keluarkan
adalah 65,2 kg.
2. Hasil
pertanian yang diairi dengan biaya seperti irigasi buatan yang menggunakan alat
atau perlengkapan lainnya, maka kadar wajib zakatnya adalah setengah
sepersepuluhh (5%) dari 652 kg, sehingga yang dikeluarkan adalah 32,6 kg
Adapun mengenai haulnya atau waktu
mengeluarkan zakatnya, tidak disyaratkan untuk zakat pertanian (biji – bijian
dan buah – buahan), bahkan zakatnya dibayarkan ketika panen.
2) Rikaz
(Harta Terpendam) dan Mada’in (Barang Tambang)
Rikaz adalah harta yang ditemukan
terpendam dalam bumi berupa harta kekayaan orang – orang jahiliyah, perhiasan
mereka, dan uang mereka. Sedangkan Mada’in adalah barang – barang yang
ditambang dari perut bumi yang memiliki nilai ekonomis.
Di dalam sebuah hadist menunjukkan
bahwa rikaz itu wajib dizakati secara mutlak, artinya baik rikaz itu dalam jumlah
besar atau kecil tetap harus dizakati. Sedangkan nishab dari mada’in tidak ada
dalil yang menunjukkan secara pasti.
Adapun kadar zakat rikaz adalah
seperlima (20%) dari rikaz tersebut baik banyak maupun sedikit. Sedangkan kadar
zakat mada’in menurut para ulama adalah mengqiyaskan barang tambang dengan emas
dan perak yaitu sebesar seperempat dari sepersepuluh (2,5%) karena barang
tambang sekarang seperti barang – barang berharga dan bernilai ekonomis.
Dalam rikaz dan mada’in itu sendiri
tidak disyaratkan haul dalam mengeluarkan zakat. Maksudnya zakat rikaz dan
mada’in dibayarkan setelah mendapatkan barang tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Ada dua
fungsi zakat atau sedekah yang diambil dari kekayaan orang-orang Muslim:
pertama, untuk menghapuskan perbedaan sosial dan ekonomi dan menegakkan tatanan
sosial yang egaliter; kedua, menafkahkan sebagian dari harta mereka, yaitu
kelebihan dari kebutuhan-kebutuhan dasar, mensucikan orang-orang Muslim dari
dosa-dosa, ketidaksempurnaan, dan perbuatan-perbuatan tercela karena membagi
sebagian besar harta kekayaan adalah sebuah pengorbanan, tindakan altruistik
(mengutamakan kepentingan orang lain), dan amal saleh. Ketidaksetaraan ekonomi,
yang membiakkan kejahatan-kejahatan di dalam sebuah masyarakat, adalah sebuah
cacat, kekurangan, dan kelemahan sosial, sedangkan kesetaraan ekonomi adalah
kekuatan dan solidaritas sosial.
Secara umum, yang dimaksud dengan konsep-konsep al-Qur`an tentang zakat adalah bersama-sama berbagi kekayaan dan alat-alat produksi sosial atau komunal dengan semua nggota masyarakat tanpa adanya pembedaan apapun. Konsep sosial-ekonomi ini merupakan landasan revolusi sosial yang dibawa oleh para nabi-revolusioner.
Menurut al-Qur`an dan Sunnah, keadilan adalah sesuatu yang utuh. Kekeliruan besar jika kita hanya mengupas keadilan hukum dan mengabaikan keadilan sosial dan keadilan ekonomi. Banyak ayat al-Qur`an yang mengingatkan bahwa harta kekayaan tidak boleh hanya berputar-putar di tangan kelompok kaya; bahwa orang-orang bertakwa adalah mereka yang menyadari bahwa dalam harta kekayaan yang ia miliki ada hak bagi fakir miskin; bahwa perhatian yang penuh harus kita berikan kepada lapisan masyarakat yang belum hidup wajar sebagai manusia, dan seterusnya. Ajaran-ajaran Islam bersifat dinamis dan selalu tanggap terhadap tuntutan-tuntutan perkembangan zaman. Jika Islam terlihat jumud, maka sesungguhnya yang beku adalah pemikiran-pemikiran umat Islam tentang agamanya. Islam sendiri, sebagai agama wahyu untuk manusia, sampai akhir zaman niscaya punya potensi untuk selalu dinamis, responsif, dan dapat memecahkan segala masalah manusia.Ketika presentasi zakat mâl dirumuskan oleh para ulama sebesar 2,5 persen berdasarkan beberapa hadis, Al-Qur`an berpuluh-puluh kali menganjurkan kaum Muslimin untuk membayar zakat di samping menegakkan salat. Akan tetapi, rate atau presentasi zakat sama sekali tidak disinggung oleh al-Qur`an.
Secara umum, yang dimaksud dengan konsep-konsep al-Qur`an tentang zakat adalah bersama-sama berbagi kekayaan dan alat-alat produksi sosial atau komunal dengan semua nggota masyarakat tanpa adanya pembedaan apapun. Konsep sosial-ekonomi ini merupakan landasan revolusi sosial yang dibawa oleh para nabi-revolusioner.
Menurut al-Qur`an dan Sunnah, keadilan adalah sesuatu yang utuh. Kekeliruan besar jika kita hanya mengupas keadilan hukum dan mengabaikan keadilan sosial dan keadilan ekonomi. Banyak ayat al-Qur`an yang mengingatkan bahwa harta kekayaan tidak boleh hanya berputar-putar di tangan kelompok kaya; bahwa orang-orang bertakwa adalah mereka yang menyadari bahwa dalam harta kekayaan yang ia miliki ada hak bagi fakir miskin; bahwa perhatian yang penuh harus kita berikan kepada lapisan masyarakat yang belum hidup wajar sebagai manusia, dan seterusnya. Ajaran-ajaran Islam bersifat dinamis dan selalu tanggap terhadap tuntutan-tuntutan perkembangan zaman. Jika Islam terlihat jumud, maka sesungguhnya yang beku adalah pemikiran-pemikiran umat Islam tentang agamanya. Islam sendiri, sebagai agama wahyu untuk manusia, sampai akhir zaman niscaya punya potensi untuk selalu dinamis, responsif, dan dapat memecahkan segala masalah manusia.Ketika presentasi zakat mâl dirumuskan oleh para ulama sebesar 2,5 persen berdasarkan beberapa hadis, Al-Qur`an berpuluh-puluh kali menganjurkan kaum Muslimin untuk membayar zakat di samping menegakkan salat. Akan tetapi, rate atau presentasi zakat sama sekali tidak disinggung oleh al-Qur`an.